Tawuran Dalam Prespektif Sosiologi Hukum olehMulyadi, S.H
Padang(Sumbarkini.com)- Fenomena tawuran yang terjadi di Kota Padang, akhir-akhir ini sangatlah meresahkan masyarakat. Pasalnya, telah banyak korban-korban terhadap aksi yang dilakukan, bahkan nyaris meninggal. Seperti yang terjadi pada Agustus 2024, di kawasan Lubuk Begalung, Kota Padang.
Dimana salah seorang remaja mengalami putus tangan, akibat celurit dari pelaku Tawuran. Tak sampai disana saja, hal serupa pun juga terjadi baru-baru ini di kawasan Koto Tangah,Kota Padang. Dimana pada 18 Januari 2025, seorang polisi yang baru saja menjalankan tugas negaranya, nyaris menjadi korban tawuran saat hendak pulang kerumahnya.
Hal ini tentunya, menjadi perhatian serius bagi element masyarakat.
Aksi tawuran di Kota Padang, sepertinya tidak bisa untuk ditolerir lagi, karena dapat mengancam keselamatan pengguna jalan ataupun masyarakat di Kota Padang., seakan-akan perbuatan tersebut menjadi suatu ajang aksi bagi kawulan muda untuk menunjukan jati dirinya, bila tidak ditangani secara serius. Dalam pandangan psikologi faktor-faktor terjadinya tawuran dibagi menjadi dua yaitu keluarga dan lingkungan.
Faktor Keluarga
Bahwa hal tersebut juga tidak luput dari Faktor Keluarga, yang mana kurang nya pengawasan serta bimbingan orang tua, sehingga anak- anak tersebut mencari jati diri dengan melakuan perbuatan yang salah bahkan melakukan perbuatan melawan hukum lainya. .
Faktor Lingkungan
Pengaruh pergaulan juga tidak luput dari Perbuatan tersebut, dimasa remaja—remaja dengan usia belasan membuat mereka mencari jati dirinya, seringkali dengan emosi yang tidak stabil dan terkontrol, membuat mereka melakukan perbuatan yang menyalahi serta melawan hukum.
Namun, jika dilihat dari sosiologi hukum,tawuran yang terjadi ini, bisa dibagi menjadi dua faktor yakniya eksternal dan internal.
Faktor Internal
Pertama, krisis identitas, sebagian remaja tidak dapat menanamkan nilai-nilai positif dalam diri mereka. Apalagi terkait dengan pengamalan nilai-nilai pancasila dan kewarganegaraan. Maka dari itu sekolah dan dinas pendidikan tampaknya perlu menambahkan jam pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Kedua, kontrol diri yang lemah, ketidak stabilan emosi yang membuat remaja kurang empati dan perkembangan emosi dalam mengontrol suatu tindakan yang dilakukan.
Faktor Eksternal
Kurangnya pengawasan dari orang tua, menjadi pondasi yang paling utama. Orang tua harus ekstra memberikan perhatiannya kepada anaknya, agar tidak terlibat kedalam hal-hal yang negatif. Meninggalnya, Ilham Maulana yang terjadi pada waktu lalu di jembatan Kuranji, Kota Padang, menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa perlunya pengawasan dan perhatian serius terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Remaja umur belasan sehingga dapat meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak di inginnkan.
Namun dalam prespektif hukum pidana, anak-anak yang melakukan tawuran dapat melanggar pasal 38 KUHP, dengan ancaman hukuman selama dua tahun delapan bulan dan juga diatur dalam undang-undang sistem peradilan anak. Undang-undang nomor 11 tahun 2012. Adapun kategori anak yang bisa dipidana berusia 14 sampai 18 tahun.
Tak hanya itu, pelaku tawuran pun, yang membawa senjata tajam (sajam) juga dapat dijerat dengan pasal 2 ayat (1) undang-undang darurat RI nomor 12 tahun 1951.
Pelaku tawuran tampaknya harus ditindak, bila sudah dalam kategori yang membahayakan masyarakat (Anak Berhadapan Dengan Hukum). Pasalnya, mereka tak segan-segan melakukan penganiayaan serta kekerasan dengan menggunakan sajam dalam melakukan aksinya. Pasalnya, sebelum melakukan aksinya, mereka membuat perencanaan yang matang dan terstuktur, dalam menjalankan aksinya.
Maka dari itu, polisi dan kejaksaan hingga advokat, secara bersama-sama melakukan edukasi hukum kepada para peserta didik, agar tawuran bisa dicegah atau diminimalisir.
Tanggung jawab penegak hukum tidak hanya, berupa represif tetapi juga perlu preventif. Misalnya, dengan memberikan penyuluhan hukum bagi siswa-siswi sekolah. Seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), yang mempunyai program jaksa mengajar yang dilaunching oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumbar pada Desember 2024 lalu.
Dimana Kajati Sumbar menjadi pionir, dalam upaya pencegahan tawuran di Kota Padang.
Kejati Sumbar juga memberikan penyuluhan hukum lainnya, kepada peserta didik seperti bahaya narkoba, undang-undang ITE, bahaya buli, dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan program dari Kapolda Sumbar yakninya Padang Zero tawuran. Upaya pencegahan tawuran tidak harus dari kepolisian, kejaksaan dan advokat, tetapi diharapkan semua unsur, ikut berperan mulai dari tokoh agama, tokoh adat dan juga masyarakat.
Peran Pemerintah terkait, juga sangat Penting dalam hal ini dimana Pemerintah juga diharapkan memberikah Perhatian Khusus sehingga remaja-remaja usia Produktif , lebiih banyak melakukan kegiatan positif dengan memberikan sarana dan prasana dalam kegiatan tersebut, sehingga kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengalihkan Remaja dalam melakukan Perbuatan-perbuatan melawann hukum (***)
Tidak ada komentar
Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...