• Breaking News

    DJPb Sumbar Ingatkan Pengurangan Belanja Pegawai Sesuai HKPD

    Padang - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sumatera Barat, Dr. Syukriah HG, S.H., M.Hum mengatakan kinerja pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 0,77%, sedangkan belanja negara tumbuh sebesar 14,23%. Hal itu dipaparkannya kunjungan Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH.

    Dikatakan Syukriah hingga 30 Juni 2024, total pendapatan negara yang telah dipungut di wilayah Sumbar adalah sebesar Rp3,79 triliun dan total belanja negara yang telah direalisasikan mencapai Rp15,99 triliun, sehingga menghasilkan defisit regional sebesar Rp12,20 triliun. “Realisasi pendapatan negara di Sumbar hingga Juni 2024 itu mencapai 42,96% dari target yang ditetapkan pada APBN tahun 2024. Dari keseluruhan pendapatan negara tersebut, sebanyak 76,72% bersumber dari penerimaan Perpajakan yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan sisanya sebesar 23,28% berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” ungkapnya.

    Syukriah menguraikan untuk nilai realisasi penerimaan perpajakan per 30 Juni 2024 di Sumbar mencapai Rp2,91 triliun atau mencapai 39,40% dari target APBN tahun 2024. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, hampir seluruh jenis penerimaan perpajakan menunjukan pertumbuhan positif.

    Syukriah menjelaskan, “Komponen penyumbang terbesar sektor perpajakan adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang mengambil porsi sebesar 67,62% dengan nilai realisasi sebesar Rp1,96 triliun.”

    Dia menambahkan kinerja positif penerimaan perpajakan ini didorong oleh beberapa faktor, khususnya pemberlakuan tarif efektif Pasal 21 mulai 1 Januari 2024, serta kenaikan PPh Final akibat kenaikan setoran yang berasal dari instansi pemerintah. Kemudian untuk persentase pertumbuhan tertinggi dicatatkan oleh komponen Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang naik 1023,46% (yoy) karena kenaikan setoran dari sektor perkebunan.

    Ditegaskannya, satu-satunya komponen perpajakan yang mengalami kontraksi yaitu Bea Keluar yang turun sebesar 57,50% dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi Bea Keluar hingga Juni 2024 baru menyentuh Rp156,37 miliar atau 17,01% dari target APBN 2024. Hal ini disebabkan oleh penurunan volume ekspor di Pelabuhan Teluk Bayur untuk komoditas crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Harga Referensi CPO per Juni 2024 tercatat sebesar USD 778,82 per ton atau mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya.

    Adapun total PNBP yang telah dipungut pemerintah pusat di Sumbar per 30 Juni 2024 adalah sebesar Rp881,64 miliar atau terealisasi 61,15% dari target 2024. Dibandingkan tahun sebelumnya, nilai PNBP tercatat tumbuh 17,17% yang didorong oleh adanya penetapan dua institusi menjadi Badan Layanan Umum (BLU) baru, yaitu Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar dan Politeknik Kesehatan Padang.

    “Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) berhasil memungut PNBP sebesar Rp6,61 miliar (42,53% dari target), dengan rincian sumber pendapatan dari pengelolaan BMN sebesar Rp5,29 miliar, pengelolaan piutang negara sebesar Rp12 juta, dan pelayanan lelang sebesar Rp1,3 miliar,” ujarnya lagi.

    Sementara itu, Belanja Pegawai, kata Syukriah, sebesar Rp2,85 triliun atau tumbuh sebesar 17,18% (yoy) akibat kenaikan gaji dan tunjangan ASN. Realisasi Belanja Barang adalah sebesar Rp2,29 triliun atau tumbuh sebesar 23,07% (yoy) yang utamanya disebabkan oleh peningkatan Belanja Barang Non Operasional dan Belanja Barang BLU.

    Syukriah juga menyinggung tentang penyaluran TKD yang mengalami pertumbuhan positif sebesar 14,17% dibandingkan tahun sebelumnya, yang didorong oleh peningkatan yang cukup signifikan pada komponen Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1,13 triliun atau 17,93%. DAU juga memberi kontribusi terbesar terhadap realisasi nilai TKD dengan porsi sebesar 71,69%, diikuti dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik sebesar 18,95%.

    Sedangkan untuk realisasi penyaluran Dana Desa untuk seluruh kota/kabupaten di Sumbar, kata Sykuriah adalah sebesar Rp584,71 miliar atau 57,26% dari total alokasi pagu. Realisasi Dana Desa tertinggi terdapat pada Kabupaten Lima Puluh Kota dengan persentase realisasi terhadap pagu sebesar 67,51% dan terendah terdapat pada Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar 51,22%.

    Dia juga mengingatkan bahwa pendapatan dari Dana Transfer yang berkontribusi sebesar 80,02% terhadap total pendapatan daerah. Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkontribusi sebesar 19,97%. “Ini menunjukkan bahwa dukungan dana dari Pemerintah Pusat melalui TKD masih menjadi faktor dominan untuk pendanaan Pemda di Sumatera Barat. Di samping itu, Belanja Pegawai masih menjadi komponen terbesar dari realisasi APBD yakni sebesar 61,09% dari total Belanja Daerah hingga akhir Juni 2023,” tegasnya.

    Menurutnya kondisi tersebut harus segera mendapat perhatian, mengingat UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) mengatur bahwa Pemda wajib mengalokasikan Belanja Pegawai atau di luar tunjangan guru maksimal 30% dari APBD.

    Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH membalas apresiasi kepada Kepala Kanwil DJPb Sumbar dan seluruh stafnya. “Kakanwil DJOb Sumbar beserta staf sudah berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi tugasnya. Hal itu terlihat dari paparan yang diberikan, lengkap dengan informasi yang perlu dilakukan oleh kepala daerah beserta OPD terkait,” ujar pria yang disapa Bang Leo itu.

    Leonardy mengapresiasi DJPb Prov Sumbar yang telah melakukan upaya-upaya percepatan penyerapan APBN seperti mempercepat penyerahan DIPA, meningkatkan realisasi pendapatan dan belanja negara dengan melaksanakan bimtek atau pertemuan dengan OPD terkait di daerah-daerah yang terkendala dalam penyerapan APBN.

    Apresiasi juga diberikan untuk kajian-kajian yang dilakukan tim DJPb terhadap potensi dan kondisi Sumbar. Ekspose hasil kajian itu tentu sangat bermanfaat bagi kepala daerah dan dinas/badan/kantor di lingkup pemerintah daerah. Tentu saja kita mengharapkan DJPb Sumbar dan Kementerian/Lembaga terus meningkatkan sinergi, kolaborasi dan koordinasi secara terintegrasi dalam mendukung percepatan pembangunan di daerah.

    Apa yang dilakukan kakanwil beserta stafnya, kata Leonardy sangat membantu pemerintah daerah. Informasi dan hasil-hasil kajian dari kementerian/lembaga tentang perekonomian di Sumbar sangat diperlukan karena kepala daerah memang harus terus diinformasikan tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi, potensi ekonomi yang ada dan akan berkembang lebih baik ke depannya, upaya-upaya peningkatan perekonomian yang lebih signifikan.

    “Kita sudah sering mengingatkan kepala daerah untuk berteman dengan DJPb, BPS, Bank Indonesia, BPKP, OJK agar punya bahan pertimbangan akurat dalam membuat perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan program pembangunan di daerahnya,” ungkapnya.

    Leonardy akan turut mendorong pemerintah daerah untuk menekan Belanja Pegawai hingga ke angka 30 persen dari APBD agar daerah tidak kelabakan dalam melaksanakan pembiayaan tersebut. Apalagi pemerintah pusat tidak akan main-main alam melaksanakan peraturan yang termaktub dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Jangan sampai nanti muncul persoalan terkait belanja pegawai ini.

    Persoalan Belanja Pegawai ini memang menjadi sebuah dilema. Di tengah kekurangan tenaga di beberapa sektor terutama pendidikan dan kesehatan, menjadikan daerah terpaksa mengangkat pegawai honor daerah. Itu pun belum mencukupi jumlah yang dibutuhkan. “Dalam kunjungan saya ke nagari atau desa, walinagari dan masyarakatnya mengeluhkan tentang kekurangan guru. Bahkan ada guru sekolah dasar yang Cuma kepala sekolahnya saja yang PNS. Selebihnya guru honor,” ujarnya.

    Leonardy mengingatkan jika pemerintah lansung melaksanakan peraturan sesuai UU No. 1 Tahun 2022 tentang HPKD secara ketat, maka akan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Untuk itu, menurut hemat Leonardy, daerah diminta tidak lagi mengangkat tenaga honor dan pemerintah mengutamakan rekrutmen PNS atau PPPK dari tenaga honor ini. Jumlahnya tentu disesuaikan dengan kebutuhan, minimal sejumlah PNS yang akan pensiun pada tahun berjalan.

    DPD nantinya akan mendorong agar pemerintah pusat mengingatkan pemerintah daerah diminta untuk memperhatikan soal rekrutmen PPPK. Sebab sistem penggajian mereka diatur oleh daerah. Ditanggung oleh APBD daerah bersangkutan sehingga akan berdampak pada Belanja Pegawai. (*)

     

    Tidak ada komentar

    Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...

    Pendidikan

    5/pendidikan/feat2