Sengketa Tanah di Sumbar Harus Mempertimbangkan Hukum Adat Minangkabau; Muhammad Afif pun Bergelar Doktor
Padang – Sengketa hak milik atas tanah di Sumatera Barat hendaknya mempertimbangkan hukum adat Mianangkabau. Hal itu diungkapkan Muhammad Afif, Hakim PTUN Palembang saat mempertahankan disertasinya pada ujian terbuka program doktor hukum di Universitas Andalas Padang.
Muhammad Afif menilai sengketa tanah di Sumbar yang bermuara
ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Padang belum semuanya mempertimbangkan
Hukum Adat Minangkabau. “Berdasarkan analisis, dari 31 putusan Pengadilan TUN
Padang yang melibatkan masyarakat hukum adat Minangkabau dengan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota Hanya Sembilan yang sudah mempertimbangkan kaidah
Hukum Adat Minangkabau,” tegas Afif, Rabu 15 Desember 2021.
Padahal, dengan mempertimbangkan hukum adat, tujuan hukum
akan lebih tercapai. Maknya Muhammad Afif mengingatkan agar supremasi hukum dan
seluruh aspek implementasinya di atas keadilan dan kebenaran adalah cita-cita
luhur masyarakat manapun. Jadi perlu kiranya untuk mempertimbangkan Hukum Adat
sebagai salah satu acuan terhadap penyelesaian sengketa tanah di Minangkabau.
Lebih jauh Muhammad Afif menjelaskan sengketa tanah oleh
pihak bersengketa bisa diselesaikan melalui jalur penyelesaian non litigasi (di
luar pengadilan) atau maka dapat diselesaikan melalui jalur litigasi pada
Pengadilan Tata Usaha Negara Padang. Namun kenyataannya, di Pengadilan Tata Usaha
Negara penyelesaian tanah ini baru 9 putusan (29 persen) yang mengacu pada
Hukum Adat Minangkabau. Dari kesembilan putusan, hampir semuanya menghasilkan
amar putusan dikabulkan. Sementara yang tidak memuat pertimbangan Hukum Adat
Minangkabau sebagian besar amar putusan gugatan Penggugat tidak diterima (Niet
ontvankelijk verklard/NO).
Berlatar belakang hal itu, pria yang akrab dipanggil Afif ini
berupaya mengkaji bagaimana implikasi hukum diterbitkannya Sertipikat Hak Milik
atas Tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terhadap Masyarakat
Hukum Adat Minangkabau. Dia pun menganalisis kedudukan Hukum Adat Minangkabau
pada Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Padang terhadap
penyelesaian sengketa Sertipikat Hak Milik atas Tanah antara Masyarakat Hukum
Adat dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Bahkan Afif menawarkan konsep kedudukan Hukum Adat
Minangkabau yang ideal di masa mendatang pada Pertimbangan Hukum Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Padang terhadap penyelesaian sengketa Sertipikat
Hak Milik atas Tanah antara Masyarakat Hukum Adat dengan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota. Dimana berdasarkan analisis menggunakan landasan
filosofis, sosiologis, dan yuridis terhadap 9 (sembilan) putusan tersebut, maka
konsep-konsep penerapan Hukum Adat Minangkabau yang sesuai di masa mendatang
pada Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Padang yaitu
pertama Hakim yang memeriksa dan mengadili sengketa pertanahan yang melibatkan
Masyarakat Hukum Adat Minangkabau harus menerapkan hukum negara tanpa
mengecualikan hukum adat dalam melakukan suatu penilaian/pengujian terhadap
fakta hukum atau peristiwa hukum. Hal ini dikarenakan bahwa hukum adat
merupakan dasar pijakan dalam pembentukan Hukum Tanah Nasional.
Kedua, kata Afif, Hakim perlu mengedepankan prinsip keadilan
substantif agar dalam penegakan hukum seorang hakim harus berani membebaskan
diri dari penggunaan pola baku. Pola baku yang dimaksudkan di sini adalah
eksistensi hakim bukan lagi hanya sebatas membunyikan kalimat-kalimat
undang-undang, tetapi sebaliknya hakim dapat bertindak jauh lebih dari itu
dengan cara menemukan dan membuat hukum untuk mendapatkan keadilan substantif.
Ketiga, lanjut Afif, Hakim wajib menggali nilai-nilai hukum
adat. Kewajiban Hakim Pengadilan TUN untuk menggali nilai-nilai adat sebagai
konsekuensi logis diakuinya eksistensi Masyarakat Hukum Adat. Selanjutnya,
hakim wajib mempertimbangkan fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan di masyarakat.
Dalam sengketa TUN, hakim memiliki prinsip untuk bersifat aktif.
Ditegaskan Afif, sikap aktif ini dikarenakan hakim berwenang
menemukan kebenaran materiil dengan cara memberikan petunjuk dan menentukan apa
yang harus dibuktikan oleh para pihak ini bertujuan agar nantinya putusan Hakim
Pengadilan TUN dapat diterima secara wajar dan spontan oleh masyarakat.
Mengingat yang menjadi nilai ideal agar suatu putusan pengadilan dapat diterima
oleh masyarakat adalah berdasarkan pada pengakuan masyarakat karena
mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Afif berharap temuan-temuannya selama menjalani Program Doktoral
di Pasca Sarjana Universitas Andalas bermanfaat bagi disiplin Ilmu Hukum pada
khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya. Afif juga berharap supaya
kesimpulan yang dia dapatkan dikaji dan dikembangkan lebih lanjut oleh
akademisi lain di masa depan. Semua untuk menjamin keberadaan tanah adat di
daerah Sumbar khususnya. Kesimpulan ini telah dia pertahankan di depan Prof.
Dr. Yuliandri, S.H., M.H (Ketua), Prof. Dr. Zainul Daulay, SH., M.H.
(Koordinator), Dr. Nani Mulyati, SH., M.CL. (Sekretaris), Prof. Dr. Saldi Isra,
S.H., M.P.A. (Promotor dan juga Hakim Konstitusi-Mahkamah Konstitusi RI), Dr.
Yuslim, S.H., M.H. (Co Promotor 1), Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S.
(Penguji Eksternal dan juga Hakim Konstitusi-Mahkamah Konstitusi RI), Dr.
Suhartoyo, S.H., MH. (Penguji Eksternal
dan juga Hakim Konstitusi-Mahkamah Konstitusi RI), Prof. Dr. Kurnia Warman,
SH., M.Hum., Dr. Zefrizal Nurdin, S.H., M.Hum., Dr. Khairul Fahmi, S.H., M.H.
dan Dr. Hengki Andora, SH., LLM. (*)
Tidak ada komentar
Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...