NPHD Terlambat, Saatnya Pilkada Menjadi Tanggungan APBN
provinsi, 2 kota dan 11 kabupaten dan tata kelola pemerintahan, menjadi topik hangat dalam Kunjungan Komite I DPD RI ke Sumbatera Barat, Selasa 12 November 2019. Masih ditemui ada dua kabupaten yang belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), padahal tahapan pilkada sudah dimulai.
“Pilkada serentak yang akan diselenggarakan di Indonesia
pada 2020 di 9 provinsi, 270 kabupaten 37 kota. Berbeda-beda persoalannya. Ada
yang lancar saja, ada yang perlu negosiasi, perlu rasionalisasi. Sumbar
termasuk yang terlambat sehingga perlu mediasi agar pemerintah daerah bisa
menerima, KPU dan Bawaslu mau merasionalisasi sesuai standar harga-harga di
daerah. Alhamdulillah telah selesai dengan anggaran sebesar Rp131 miliar,” ujar
Senator asal Sumbar H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH, Selasa 12
November 2019.
Menurut Leonardy pada waktu rapat Komite I DPD RI dengan KPU
RI dan Bawaslu RI beberapa waktu lalu, hanya dibahas tentang NPHD untuk pemilihan
gubernur. Masih ada dua kabupaten yaitu Solok dan Solok Selatan yang belum
kunjung dilakukan penandatanganan NPHD-nya.
Dia mengatakan bahwa untuk Kabupaten Solok, Bupati Gusmal yang
dihubungi via telepon di sela rapat di ruang rapat Kantor Gubernur Sumbar,
telah bersedia menaikkan dukungan anggaran daerahnya untuk pelaksanaan Pilkada.
Bupati mau menaikkannya hingga Rp21 miliar. Bahkan ada catatan diberikan bupati
bahwa anggaran itu bakal ditambah, jika masih dirasa kurang.
Pada kesempatan silaturahmi dengan Gubernur Sumbar bersama
OPD terkait, KPU Sumbar, Bawaslu Sumbar, Gakkumdu, dan ormas di Sumbar,
Leonardy mengingatkan kesiapan KPU Sumbar untuk melakukan e-rekap seperti yang
sudah diungkapkan KPU RI. Dia pun mengharapkan agar KPU Sumbar mau menggagas
pelaksanaan e-voting seperti yang dilakukan dalam pemilihan Walinagari di Koto
Gadang Agam. Hasilnya bisa dipantau secara realtime
oleh siapa saja dan dari mana saja.
Leonardy juga menyebutkan dalam kunjungan Komite I DPD RI ke
Sumbar ini dipimpin Wakil Ketua I Komite I DPD RI, H. Fachrul Razi, M.IP, datang
bersama rombongan yaitu Dr. Filep Wamafma, SH., M.Hum, H. Ahmad Nawardy, S.Ag, Instiawati
Ayus, SH.MH, Gusti Kanjeng Ratu Hemas,
Ir. H. Achmad Sukisman Azmi, M.Hum, H. M Syukur SH, MH, Dr. Abdul Rachman
Thaha, SH. MH, H. Abdurrahman Abubakar Bahmid, Lc., Drs. H. A. Hudarni Rani,SH. Dan Habib Ali
Alwi.
Anggota DPD RI foto bersama dengan KPU, Bawaslu dan ormas di Sumbar. |
H. Fachrul Razi, M.IP sebagai Ketua rombongan menyebutkan kunjungan
ke Sumatera Barat ini dimaksudkan dalam rangka pengawasan pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 serta pengawasan Sumbar
serta dan tata kelola pemerintahan menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah.
Setidaknya dapat meminimalisir permasalahan yang terjadi
pada pemilihan kepala daerah yang telah berlalu. Pelaksanaan pilkada pada 270
kabupaten kota dan 37 kabupaten pada sembilan provinsi merupakan tugas berat.
Makanya Komite I DPD RI ingin melakukan evaluasi sebenarnya bahkan revisi
terhadap undang-undang Pilkada. Dia pun bakal melakukan pengawasan saat Pilkada
di Sumbar berlangsung nantinya
Senator H. Ahmad Nawardy, S.Ag, banyak pemikiran persoalan
NPHD harus diselesaikan dengan memasukkannya ke APBN. Anggaran pilkada yang
berasal dari APBD membuat independensi KPU dan Bawaslu tidak indpenden juga,
karena kepala daerah yang akan maju ke Pilkada akan menjadikannya anggaran ini
sebagai bargaining position-nya.
Senator Dr. Filep Wamafma, SH., problem hibah biasanya
disebabkan kepala daerahnya sudah berakhir. Beda sekali dengan incumbent. “Jadi teman-teman KPU pegang
gubernurnya yang incumbent. Komunikasi lebih intens. Kelola sekretariat dengan
baik. Pikirkan caranya asal tidak bertentangan dengan kode etik,” ujar pria
yang pernha jadi Ketua KPU Papua Barat.
Asisten Administrasi Sekdaprov Sumbar Drs. Nasir Ahmad, MM
mengakui Sumbar memang terlambat. Pada tahun 2020, Sumbar banyak iven nasional
yang kita selenggarakan. “Alhamdulillah NPHD sudah kita selesaikan meski
terlambat. Terkait dua daerah yang belum kunjung dilakukan penandatanganan
NPHD-nya, tentu akan kita akan komunikasikan karena akan jadi beban bagi
provinsi. Diharapkan ini terselesaikan dengan baik,” ungkapnya.
Dia mengapresiasi kedatangan Komite I DPD RI. Menurutnya, ini
satu hal yang sangat berarti bagi kita Pemerintah Provinsi, apalagi kedatangan
Anggota DPD RI berkaitan dengan inventarisasi masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan UU tentang Pemerintah Daerah dan pelaksanaan Pilkada serentak tahun
2020 nanti. “Semoga kunjungan ini berdampak positif bagi daerah kita Sumatera
Barat,” ujarnya.
Menyerahkan cendera hati. |
Ketua KPU Sumbar, Amnasmen menyampaikan Pilkada Sumbar yang nanti
akan diikuti 14 proses pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanalan pada 23
September 2020 nanti.
“Alhamdulillah seluruh persiapan yang dilakukan KPU Sumbar
dan seluruh jajaran pelaksana pemilu di sumbar hingga proses hari ini berjalan
baik. Kami sudah melakukan proses penetapan penyampian dukungan perseorangan,”
ungkapnya.
Amnasmen pun mengungkapkan perlunya pilkada dibiayai negara
lewat APBN. Keterlambatan penandatanganan NPHD yang berlarut-larut berpengaruh masih
terhadap pelaksanaan pilkada. Untuk provinsi saja sudah terlambat 29 hari dari
jadwal semula. “Perlu dipertimbangkan agar anggaran Pilkada ini ditarik ke
Jakarta. Sudah semestinya menjadi bagian APBN agar KPU daerah tidak
merengek-rengek lagi soal anggaran ini,” ujarnya.
Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Sumbar Elly Yanti SH
mengatakan Bawaslu menilai apa yang disampaikan Ketua KPU, pembahasan NPHD
membutuhkan energi yang luar biasa. Pihak Bawaslu melakukan supervise dan
monitoring jika NPHD ini belum terselesaikan juga.
Dia juga menyampaikan beberapa catatan jika sandingkan UU
Nomor 10 Tahun 2016 dengan UU Nomor 7
Tahun 2017. Itu berkorelasi dengan legalitas Bawaslu dan jajarannya. Pertama jumlah
dan nomenklatur yang di dalam kedua undang-undang dimaksud. Begitu juga dengan penanganan
pelanggaran baik administrasi maupun tidak pidanan pemilu. Belum lagi masalah
keberadaan sentra Gakkumdu. (*)
Tidak ada komentar
Masukan dan informasinya sangat penting bagi pengembangan situs kita ini...